I.
Tujuan :
a. Membuat dan memahami
reaksi penyabunan pada proses pembuatan sabun di laboratorium.
b. Menjelaskan beberapa sifat
sabun berdasarkan percobaan yang dilakukan.
II.
Dasar Teori :
Sabun adalah salah satu senyawa kimia tertua yang pernah dikenal. Sabun
sendiri tidak pernah secara aktual ditemukan, namun berasal dari pengembangan
campuran antara senyawa alkali dan lemak/minyak.
Bahan pembuatan sabun terdiri dari dua jenis, yaitu bahan baku dan bahan
pendukung. Bahan baku dalam pembuatan sabun adalah minyak atau lemak dan
senyawa alkali (basa). Bahan pendukung dalam pembuatan sabun digunakan untuk
menambah kualitas produk sabun, baik dari nilai guna maupun dari daya tarik.
Bahan pendukung yang umum dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya
natrium klorida, natrium karbonat, natrium fosfat, parfum, dan pewarna.
Sabun dibuat dengan reaksi penyabunan sebagai berikut:
-
Reaksi penyabunan (saponifikasi) dengan menggunakan alkali
adalah adalah reaksi trigliserida dengan alkali (NaOH atau KOH) yang
menghasilkan sabun dan gliserin. Reaksi penyabunan dapat ditulis sebagai
berikut :
C3H5(OOCR)3
+ 3 NaOH à C3H5(OH)3
+ 3 NaOOCR
Reaksi pembuatan sabun atau saponifikasi menghasilkan sabun sebagai
produk utama dan gliserin sebagai produk samping. Gliserin sebagai produk
samping juga memiliki nilai jual. Sabun merupakan garam yang terbentuk dari
asam lemak dan alkali. Sabun dengan berat molekul rendah akan lebih mudah larut
dan memiliki struktur sabun yang lebih keras. Sabun memiliki kelarutan yang
tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi partikel yang lebih kecil,
melainkan larut dalam bentuk ion.
Sabun pada umumnya dikenal dalam dua wujud, sabun cair dan sabun padat.
Perbedaan utama dari kedua wujud sabun ini adalah alkali yang digunakan dalam
reaksi pembuatan sabun. Sabun padat menggunakan natrium hidroksida/soda kaustik
(NaOH), sedangkan sabun cair menggunakan kalium hidroksida (KOH) sebagai
alkali. Selain itu, jenis minyak yang digunakan juga mempengaruhi wujud sabun
yang dihasilkan. Minyak kelapa akan menghasilkan sabun yang lebih keras
daripada minyak kedelai, minyak kacang, dan minyak biji katun.
III.
Alat :
-
Cawan Penguap
-
Tabung Reaksi
-
Gelas Ukur 50 ml
-
Gelas Beker 50 ml
-
Pengaduk
-
Penangas
-
Kertas Saring
-
Corong
-
Kaca Arloji
IV.
Bahan :
-
Minyak Goreng
-
NaOH 25% (w/v)
-
NaCl Jenuh
-
C2H5OH
-
MgCl2 5%
-
CaCl2 5%
-
FeCl3 5%
-
Indikator Universal
V.
Cara Kerja :
-
Masukkan minyak goreng kedalam cawan penguap kemudian panaskan
dengan pemanas
-
Masukkan 5 ml etanol kedalam Erlenmeyer
-
Tambahkan 5 ml larutan NaOH 25% kemudian kocok campuran
tersebut.
-
Masukkan campuran larutan tersebut kedalam cawan berisi
minyak
-
Tutup cawan penguap dengan kaca arloji
-
Panaskan campuran dalam cawan penguap sampai hilang bau dari
etanol
-
Dinginkan campuran dalam cawan penguap tersebut
-
Amati apa yang terjadi pada cawan penguap
-
Tambahkan 37,5 ml larutan NaCl jenuh kedalam cawan penguap
-
Amati apa yang terjadi
VI.
Hasil Pengamatan :
Terbentuk sabun padatan berwarna kuning keemasan.
VII.
Pembahasan :
Saponifikasi merupakan reaksi antara minyak/lemak dengan larutan alkali
yang akan menghasilkan sabun dan gliserin. Pada percobaan ini kita menggunakan
bahan baku minyak goring dan alkalinya adalah NaOH yang berfungsi mengubah
minyak menjadi sabun. Sedangkan etanol diikutsertakan untuk meningkatkan
kemurnian sabun. Agar cepat bereaksi dilakukan pemanasan. Selain itu pemanasan
juga bertujuan untuk menghilangkan bau etanol. Bila bau etanol telah hilang,
maka kandungan etanol sudah hilang. Fungsi etanol dalam reaksi saponifikasi
bukan untuk membentuk sabun. Pada pembuatan sabun, NaOH akan bereaksi dengan
asam lemak, namun NaOH dan asam lemak tidak akan bercampur karna memiliki
perbedaan kepolaran yang sangat jauh.
Fungsi etanol pada proses saponifikasi adalah memfasilitasi reaksi NaOH
dan asam lemak. NaOH dan asam lemak dapat larut dalam etanol meskipun tingkat
kelarutannya rendah. Ketika NaOH dilarutkan dalam etanol maka akan terbentuk
NaC2H5O yang dapat mengkatalisis reaksi saponifikasi ini
sehingga reaksi dapat berlangsung lebih cepat dan dihasilkan sabun yang lebih
banyak karna sifat kebasaan NaC2H5O lebih tinggi daripada
NaOH. Ketika campuran tadi ditambahkan dengan NaCl jenuh akan terbentuk endapan
karna memang fungsi NaCl jenuh ini untuk mengendapkan sabun. NaCl digunakan
sebagai ‘pemisah’ produk sabun dan hasil sampingan yang berupa gliserin.
Setelah pembuatan sabun, maka pengujian terhadap sifat sabun dilakukan. Sabun
juga memiliki kelemahan, yaitu tidak dapat bekerja pada air sadah (air yang
mengandung logam Mg, Ca, Fe). Hal ini terjadi karena ion Ca2+ , Mg2+
dan Fe3+ dapat bereaksi dengan sabun membentuk endapan :
Ca2+ (aq) + 2 RCOONa (aq) à Ca(RCOO)2 (s)
+ 2 Na+ (aq)
Mg2+ (aq) + 2 RCOONa (aq) à Mg(RCOO)2 (s)
+ 2 Na+ (aq)
Fe3+ (aq) + 3 RCOONa (aq) à Fe(RCOO)3 (s)
+ 3 Na+ (aq)
Dengan terbentuknya endapan, maka fungsi sabun sebagai pengikat kotoran menjadi
kurang atau bahkan tidak efektif. Sabun akan berbuih kembali setelah semua ion
Ca2+ , Mg2+ dan Fe3+ yang terdapat dalam air
mengendap lagi.
VIII.
Kesimpulan :
-
Larutan sabun yang ditetesi masing-masing dengan suatu garam
Mg,Ca dan Fe tidak berbusa.
-
Hasil sabun padatan yang diperoleh berwarna kuning keemasan.
IX.
Daftar Pustaka :
1. Anwar, Chairil, dkk. 1966.
Pengantar Praktikum Kimia Organik. Jakarta
: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
2. Fessenden, Ralph. J dan
Fessenden, J.S 1982. Kimia Organik.
Jilid I. Jakarta : Erlangga.
3. Ishak, Mohammad, dkk.
1982. Kimia Organik Untuk Universitas.
Malang : UMM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar