RIHLAH
NOVIYANTI
1112096000039
Mahasiswa
semester 3 jurusan Kimia Fakultas Sains Dan Teknologi
UIN
Syarifhidayatulloh
ABSTRACK
Development of bioiethanol production as a rewnable energy must be
supported with research about finding sources of raw materials that can be
converted to bioethanol product. Cheese whey is one of these raw materials. One of the raw material is waste cheese (whey).
This review compares the existing methods in the journal bioethanol substituted
with leather pineapple and tapioca liquid waste and is not in any subtitusikan
with. The results obtained have obvious differences. Batch feeding method turns
out to have disadvantages compared to conventional methods.
ABSTRAK
Pengembangan
bioetanol sebagai salah satu energi terbarukan harus didukung dengan adanya
penelitian mengenai sumber- sumber bahan baku yang dapat dikonversi menjadi
bioetanol. Salah satu bahan baku tersebut adalah limbah keju (whey). Review ini
membandingkan metode yang ada pada jurnal bioetanol yang disubstitusikan dengan
kulit nanas dan limbah cair tapioka dan yang tidak di subtitusikan dengan
apapun. Hasil yang didapatkan mempunyai perbedaan jelas. Metode batch feeding
ternyata mempunyai kelemahan dibandingkan dengan metode konvensional.
Kata kunci; whey, bioetanol, S. cerevisiae, kadar alcohol, batch
feeding
PENDAHULUAN
Ketersediaan minyak bumi
semakin lama semakin menipis. Kelangkaan minyak bumi menjadi perhatian banyak
peneliti untuk mencari alternative penggantinya. Minat peneliti untuk
mengkonversi produk pertanian menjadi bahan bakar atau disebut juga biofuel
kembali intensif (Foda.dkk.,2010). Namun terjadi kekhawatiran mengenai hal ini
karena jika semakin banyak produk pertanian yang digunakan untuk bahan baku
pembuatan bioetanol, maka keter4sediaan pangan juga akan terancam. Sehingga
dibutuhkan alternative bahan baku lain untuk produksi bioetanol. Salah satu
bahan baku yang bisa digunakan adalah whey dari limbah industry keju (Shahani
dan Friend, 1980 ;Athanasiadis, dkk.,2002; Toyoda dan Kazuhisa, 2008; Foda,dkk.,2010).Indonesia
memiliki sekitar sebelas industry keju, yakni tersebar did aerah DKI Jakarta,
Jawa Barat, Jawa tengah dan Jawa Timur. Rata- rata produksi industry keju yang
ada di Indonesia adalah 50 Kg perhari. Dengan bahan dasar susu segar yang
diambil dari pertenakan local sebanyak 500 liter. Industri keju dan kasein meng
hasilkan whey dalam jumlah banyak. Whey adalah serum susu yang dihasilkan dari
industry pembuatan keju setelah proses pemisahan kasein dan lemak selama
pengendapan susu. Whey dikenal sebagai limbah industry pangan, khususnya dari
pembuatan produk susu keju.
Whey tersebut merupakan
polutan terbesar dari air limbah produksi keju. Setiap kilogram keju yang diproduksi
akanmenghasilkan 8-‐9 liter whey cair (Jenie dan Rahayu, 1993). Berdasarkan mekanisme koagulasi
kasein, Spreer (1998) membedakan whey menjadi dua, yaitu whey manis (rennet whey)
dan whey asam (quark whey). Whey
diperoleh dari koagulasi prorein secara enzimatik dan umumnya bebas dari
kalsium, sedangkan whey diperoleh dari koagulasi kasein dengan asam (proses
pengasaman ) dan umumnya mengandung kalsium laktat. Jenie dan Rahayu (1993),
menyebutkan whey sebagai limbah cair dari produksi keju natural dan keju olahan
seperti cheddar,,mozzarella,gouda dan swiss yang menggunakan susu
penuh sebaga ibahan bakunya .Susu skim yang digunakan untuk produksi keju
cottage dan quark akan menghasilkan whey disebut whey asam. Whey manis mempunyai
PH sekitar 5-7 Sedangkan whey sekitar 4-5 serta mengandung laktosa (4-7%) dan
protein (0,6-1,0%) limbah whey memiliki ptensi untuk dijadikan sebagai bahan
alternative pembuatan bioethanol. Boiethanol adalah sejenis alcohol yang
berasal dari biomassa yang mengandung komponen pati atau selulosa,disisi
lain banyaknya limbah dari sebuah industry
yang banyak di buang begitu saja hal itu
tentunya dapat berimplikasi negative pada lingkungan.
Limbah tersebut memiliki potensi untuk dijadikan
bahan alternative penghasil bioetanol, whey merupakan
salah satu limbah yang terbuang.PT.Kraft Indonesia,
konsumsi keju di Indonesia tahun 2002 mencapai 5.127,58
ton naik 5,99% dari tahun 2001.Whey merupakan
hasil samping pembuatan keju, tentunya seiring
dengan peningkatan konsumsi keju akan menyebabkan
peningkatan jumlah whey. Menurut Guemaraes et
al. (2010),whey merupakan salah satu penyebab
masalah lingkungan di sisi lain, nutrisi yang tinggi termasuk protein,peptide fungsional, lipid, mineral, dan laktosa,
oleh sebab itu whey memiliki potensi besar untuk diubah sebagai sesutatu yang
bernilai tambah terutama kandungan laktosa yang sebesar 5 % yang bisa
dimanfaatkan menjadi bioetanol. Review ini akan membahas mengenai cara yang paling
efektif menghasilkan kadar etanol yang tinggi dari beberapa jurnal yang akan
dibahas yaitu pengaruh lama fermentasi terhadap kadar alcohol,Ph, produksi gas
pada proses fermentaSi bioetanol dari whey dengan subtitusi kulit nanas, volume
gas, Ph dan kadar alcohol pada proses bioetanol dari acid whey yang
difermentasi oleh Saccharomyces cerevisiae, dan produksi alcohol dari hasi
sampingan pembuatan keju (whey) yang disubtitusi dengan limbah cair tapioca
yang difermentasikan oleh S. cerevisiae.
1.
Proses Fermentasi Bioetanol Dari Whey Dengan Subtitusi Kulit Nanas
jurnal ini
membahas mengenai pengaruh lama fermentasi bioetanol dari whey yang
disubtitusikan oleh kulit nanas terhadap kadar alcohol, Ph, dan produksi gas. Penelitian
menggunakan rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan yaitu T1, T2, T3, T4, dan
T5, yang masing-masing adalah lama fermentasi 12, 24, 36, 48, dan 60 jam.
Ulangan dilakukan sebanyak 4 kali untuk masing- masing perlakuan. Data diolah
dengan menggunakan ANOVA, apabila ada pengaruh dilanjutkan dengan Uji Wilayah
Ganda Duncan. Hasil Penelitian
menunjukkan lama fermentasi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pH tetapi
tidak menunjukkan pengaruh (P>0,05) terhadap kadar alcohol dan produksi gas.
Kesimpulan, lama fermentasi berpengaruh menurunkan nilai pH, tetapi tidak
berpengaruh meningkatkan kadar alcohol dan produksi gas. Dengan menggunakan
substrat nanas kemudian difermentasi dengan ragi roti (Saccharomyces cerevisiae)
selama 4 hari pada suhu 24--‐33°C menghasilkan kadar alcohol yang berkisar antara 4,18-5,49 %. Hal
ini menunjukkan bahwa, lama fermentasi pada penelitian ini belum mencapai waktu
yang optimal. Di sisi lain Sari et al. (2008), menyatakan bahwa lama
fermentasi yang paling optimal untuk proses pembuatan bioetanol adalah 3 alkoholnya
dapat berkurang. Berkurangnya kadar alcohol disebabkan karena alcohol telah dikonversi
menjadi senyawa lain,misalnya ester. Lama
fermentasi dipengaruhi oleh faktor--‐faktor yang secara langsung maupun tidak
langsung
berpengaruh terhadap proses fermentasi menurut Kunaepah (2008). Ada banyak
factor yang mempengaruhi fermentasi antara lain substrat, suhu, Ph, oksigen,
dan mikroba yang digunakan.
2.
Volume Gas, Ph Dan Kadar Alcohol Pada Proses Bioetanol Dari Acid
Whey Yang Difermentasi Oleh Saccharomyces Cerevisiae
Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui kadar alcohol, Ph dan produksi gas pada whey yang
difermentasikan oleh Saccharomyces
cerevisiae. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang diterapkan
dalam penelitian ini adalah lama fermentasi yang meliputi: T1 = lama fermentasi
12 jam, T2 = lama fermentasi 24 jam, dan T3 = lama fermentasi 36 jam, T4 = lama
fermentasi 48 jam dan T5 = lama fermentasi 60 jam. Variabel yang diuji adalah kadar
alkohol, pH dan produksi gas. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa perlakuan lama fermentasi (12,24,36,48 dan 60 jam) pada whey
yang difermentasi oleh Saccharomyces cerevisiae berpengaruh nyata
(P<0,05) terhadap kadar alkohol, pH dan produksi gas. Alkohol yangdihasilkan berturut-‐turut yaitu: 5,10; 1,37; 1,85; 2,16, 1,02, untuk T1, T2, T3, T4, T5.
Nilai pH yang dihasilkan berturut-‐turut yaitu 3,50; 3,54; 3,67; 3,69; 3,89.Gas yang dihasilkan
berturut-turut yaitu 13,75; 13,75; 17,50; 17,50; 35,00. Kadar alcohol dan produksi
gas maksimal terjadi pada lama fermentasi 12 jam sedangkan pH terendah dihasilkan
pada lama fermentasi 60 jam. Saran dari penelitian ini adalah proses produksi
alcohol dengan menggunakan metode ini dapat dilakukan secara cepat sehingga proses
produksinya perlu segera diselesaikan pada Fermentasi jam 1 ke- 12.
pada proses
fermentasi laktosa pada whey yang digunakan Saccharomyces cereviseae kultur
murni, menurut Chritensen (2011),
Saccharomyces cerivisiae yang menunggu untuk diaktifkan. Saccharomyces
cerivisiae memiliki kemampuan merubah komponen gula menjadi alcohol apabila
proses pembuatan bioetnaol terdapat gula reduksi yang cukup maka akan
memaksimalkan pertumbuhan saccharomyces cerivisiae. Semakin besar
aktivitas khamir maka diharapkan semakin banyak alcohol yang bisa dihasilkan
oleh karena itu, diperlukan penelitian tentang produksi etanol dari whey
menggunakan
Saccharomyces cereviseae kultur murni sebagai bahan utama fermentasi. Lama fermentasi pada
proses produksi bioetnaol berpengaruh pada kadar kadar alcohol yang dihasilkan.
Semakin lama waktu fermentasi maka semakin tinggi kadar alcohol yang dihasilkan
namun akan berhenti disuatu titik dimana alcohol akan menjadi racun bagi khamir
oleh karena itu dibutuhkan lama fermentasi yang tepat untuk proses fermentasi
agar diperoleh kadar alcohol dalam jumlah yang tinggi. Alcohol yang dihasilkan
berbanding terbalik dengan Ph substrat, semakin tinggi kadar alcohol maka Ph
subsrtat akan semakin rendah (asam) dan begitu pula sebaliknya, lama fermentasi
juga akan mempengarihu produksi gas pada proses produksi alcohol. Proses
fermnetasi akan menjadi perubahan 1 molekul gula sederhana (heksosa) menjadi 2
molekul etanol dan 2 molekul CO2, oleh karena itu semakin lama fermentasi maka
akan semakin banyak pula yang dikonverrsi menjadi etanolll gas CO2 yang
dihasilkan.
3.
Produksi Alcohol Dari Hasi Sampingan Pembuatan Keju (Whey) Yang
Disubtitusi Dengan Limbah Cair Tapioca Yang Difermentasikan Oleh S. Cerevisiae.
Penelitian Pada
Jurnal Ini Bertujuan Untuk Mengetahui Kadar Alcohol, Ph Dan Rpduksi Gas Pada
Whey Yang Disubtitusi Dengan Limbah Cair Tapioca Yang Difermentasi Oleh S.
Cerevisiae . Bahan Yang Digunakan Dalam Penelitian Ini Adalah Whey Dan Limbah
Cair Tapioca. Rancangan Percobaan Yang Digunakan Dalam Percobaan Ini Adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) Dengan 5 Perlakuna Dan 4 Ulangan. Perlakuan Yang
Diterapkan Dalam Penelitian Ini Adalah Lama Fermetsi Yang Meliputi T1= 12 Jam ,
T2= 24 Jam, T3=36 Jam, T4= 48 Jam Dan T5= 60 Jam. Variable Yang Diuji Adalah
Kadar Alcohol, Ph Dan Produksi Gs. Hasil Penelitian Menunjukkan Bahwa Perlakuan
Lama Fermentasi Berpengaruh Nyata Terhadap Kadar Alcohol, Ph, Dan Produksi Gas.
Alcohol Yang Dihasilkan Berturut- Turut Yaitu : 0,42; 0,96; 1,05; 1,42; 1,3. Ph
Substrat Yang Dihasilkan Berturut Turut Yaitu Itu 4,18;3,72;3,60;3,61;3,56. Gas
Yang Dihasilkan Berturut- Turut Yaitu
1,75;1,75; 11,75; 3,25; 1,75. Kadar Alcohol Dan Produksi Gas Maksimal Terjadi
Pada Lama Fermentasi 48 Jam Sedangkan Ph Terendah Dihasilkan Pada Lama
Fermentasi 60 Jam.
PEMBAHASAN
Dari ketiga
jurnal menggunakan bahan utama yang sama untuk produksi bioetanol yaitu
menggunakan whey metode penelitian yang digunakan pun tidak memiliki perbedaan
yang pasti, yaitu memfermentasikan whey dengan bakteri S. cerevisiae, namun ada
dua jurnal yang mensubtitusikan bahan utama dengan kulit nanas dan limbah cair
tapioca, dari ketiiganya memiliki hasil yang berbeda, pada jurnal yang tidak
menambahkan bahan subtitusi pada prosesnya kadar alcohol yang paling tinggi yaitu dengan
waktu fermentasi selama 12 jam yaitu kadar yang dihasilkan adalah 5,10 % .inkubasi
ke-12 diduga merupakan puncak proses metabolisme yang akhirnya akan menghasilkan
alcohol yang relative tinggi Kadar alcohol yang dihasilkan bisa dipengaruhi
dari metode fermentasi yang diigunakan dalam penelitin ini.Pada kondisi aerob,Saccharomycescerevisiae
menghidrolisis gula menjadi airdan CO2,tetapi
dalam keadaan anaerob gula akan diubah oleh Saccharomyces cerevisiae menjadi
alcohol dan CO2. Itulah sebabnya kadar alcohol yang dapat dicapai dalam penelitian
ini masi lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Silva et al.(2012).
Richana (2011), menambahkan jika tujuan penggunaan Saccharomyces cerevisiae
adalah untuk menghasilkan alcohol mak dibutuhkan kondisi anaerob tetapi untuk pembuatan
starter (biakan awal) diperlukan kondisi aerob. Whey dengan subtitusi
kulit nanas data rerata kadar alcohol dari bioetanol didapatkan hasil bahawa
lama fermentasi tidak berpengaruh nyata rerhadap kadar alcohol, fermentasi
selama 60 jam menghasilkan kadar antara 1,21-2,25%, dan pada jurnal pembuatan
etanol dengan subtitusi limbah cair tapioca menghasilkan bioetanol dengan kadar
1,42 % dengan waktu fermentasi selama 48 jam, substrat yang digunakan adalah
kombinasi whey dengan limbah cair tapioca dengan perbandingan 1:1. Hasil uji
lab menunjukkan bahwa total gula pada whey sebesar 4,21% dan pada limbah cair
tapioca sebesar 2,34 % , gula dari kedua substrat yang digunakan S. cerevisiae
untuk hidup menghasilkan alcohol. Pada jurnal yang disubtitusi limbah cair
tapioca maupun yang tanpa subtitusi kadar yang dihasilkan bisa dipengaruhi dari
fermentor yang digunakan, fermentor menggunakan model batch feeding dengan penangkap gas system
tetap (fixed) sederhana sehingga masih ada udara di dalam fermentor, padahal
untuk menghasilkan alcohol S.cerevisiae harus dalam keadaan anaerob. Sedangkan
yang sibustitusikan dengan kulit nanas pada fase stasioner, menunjukkan jumlah
bakteri fermentasi yang mati sebanding dengan yang hidup, namun terjadi
penurunan drastir sehingga akhirnya jumlah yang mati lebih banyak dibandingkan
dengan yang hidup sampai akhirnya semua bakteri fermetasi mati semua.
KESIMPULAN
Dari ketiga
jurnal yang dibandingkan dapat dikatakan bahwa yang menghasilkan kadar
bioetanol paling tinggi dan waktu yang paling cepat adalah 12 jam dengan kadar
5,10 % yang dilakukan tanpa metode batch feeding , dan S. cerevisiae dapat
tumbuh optimal. sedangkan yang di subtitusikan dengan kulit nanas maupun limbah
cair tapioca masih dibawah kadar tersebut, Karen Ametode yang mereka gunakan
yaitu batch feeding, sehingga S.cerevisiae tidak dapat tumbuh secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Guemaraes, P. M. R.,. Silva, A.C.,
P.M.R. Guimarae
J.A.Texeira and L. Domingues. 2010.
Fermentation Lactose to Bioethanol by Yeasts as Part of Integrated Solutions
for The Valorisation of Cheese Whey. Research Review Paper JBA 06293, 1,
1 -‐ 10.
J.A.Teixeiraand L. Domingues. 2010
Fermentation of Deproteinized Cheese Whey Powder Solutions Ethanol by
Engineered Saccharomyces cerevisiae: Effect of Supplementation
with Corn Steep Liquor and Repeated Batch Operation with Biomass Recyling by
Flocculation. J. Ind. Microbiol. Biotechnology 37 (1): 973-‐982.
Kumalasari,I.J. 2011. Pengaruh
Variasi Suhu Inkubasi terhadap Kadar Etanol Hasil Fermentasi Kulit dan Bonggol
Nanas (Ananas sativus) Skripsi.Universitas Muhammadiyah Semarang,
Semarang.
Kunaepah, U.2008 .Pengaruh Lama Fermentasi dan
Konsentrasi Glukosa terhadap Aktivitas Antibakteri, Polifenol Total dan Mutu
Kimia Kefir Susu Kacang Merah. Tesis.Universitas Diponegoro, Semarang.
O'Leary V. S., R. Green, B. C.
Sullivan, V.H.Holsinger.2004.Alcoholproduction by selected yeast strains in
lactase-‐hydrolyzed acid whey. Biotechnol Bioeng 19 (10):19–35.
Richana, N. 2011. Bioetanol: Bahan
baku, produksi dan pengendalian mutu. Penerbit Nuansa, Bandung.
Richana,N.2011. Bioetanol: Bahan
baku,produksi dan pengendalian mutu. Penerbit Nuansa, Bandung. Jenie, B. L. S.,Ridawati
dan W.P.Rahayu.1993.Produksi Angkak oleh Monasscus purpureus dalam
Medium Limbah Cair Tapioka. Ampas Tapioka dan Ampas Tahu. Buletin Teknologi dan
Industri Pangan 5, 1–5.
Sari,I.M.,Noverita dan Yulneriwarni.
2008 Pemanfaatan jerami padi dan alang--‐alang dalam fermentasi etanol
menggunakan kapang Trichoderma viride dan khamir Saccharomycess
cerevisiae. Vis Vitalis. 5 (2): 55--‐62.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar