Senin, 23 Desember 2013

REVIEW PERBANDINGAN HASIL PEMBUATAN BIOETANOL DARI BIJI DURIAN,MENGKUDU DAN SINGKONG

Muhammad Kemilau Ramadhan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18 Oktober 2013




ABSTRAK

               Penelitian ini bertujuan untuk membuat bioetanol dari biji durian. Glukosa hasil hidrolisis difermentasi menjadi etanol dengan bantuan Saccharomyces cerevisiae dengan variasi pH fermentasi. Kadar etanol yang dihasilkan ditentukan menggunakan metode cawan conway. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari teknik produksi bioetanol dari singkong hingga menghasilkan bioetanol dari singkong dan menentukan nilai mutu dari bioetanol yang dihasilkan dengan menganalisis kadar etanol dan pH serta mengetahui rendemen yang dihasilkan dari proses bioetanol yang digunakan. Hasil penelitian telah diketahui berbagai macam kendala dalam proses produksi mulai dari penyimpanan bahan baku, fermentasi dan destilasi yang dapat mempengaruhi hasil akhir dalam memperoleh bioetanol dari singkong dengan menggunakan bahan baku 5 kg singkong dengan 3 kali proses destilasi. Mengkudu merupakan tanaman serba guna, banyak jenis produk yang bisa dikembangkan dari akar,batang, daun, maupun buahnya.Pada buah mengkudu mempunyai kandungan karbohidrat sebanyak 51,67 gr. Dengan adanya kandungan karbohidrat tersebut memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku produksi etanol. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan kondisi proses yang terbaik pada pembuatan etanol dengan bahan baku buah mengkudu.














A.Pendahuluan
Dalam zaman modern seperti sekarang ini, kebutuhan pangan dan sandang, kebutuhan energi secara global maupun nasional meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan dipacu oleh pertumbuhan ekonomi secara global dan pengaruh perkembangan teknologi. Secara umum kebutuhan energi di dunia sampai saat ini masih bergantung pada sumberdaya fosil, terutama minyak dan gas bumi, serta batubara. Sumberdaya alam tersebut telah terbentuk dari ribuan tahun lalu. Tingkat konsumsi manusia terhadap energy fosil lebih tinggi dibandingkan dengan laju pembentukannya. Padahal, sumberdaya energi tersebut termasuk sumberdaya tak terbarukan (non renewables), yang berarti bila dilakukan pengambilan terus-menerus maka pada suatu saat ketersediaannya di alam akan habis. Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa (gula) menggunakan bantuan ragi/yeast terutama jenis Saccharomyces cerevisae. Pemisahan bioetanol selanjutnya dilakukan dengan destilasi. Indonesia memiliki 60 jenis tanaman yang berpotensi menjadi sumber energi BBN. Bioetanol dapat dihasilkan dari bahan bergula (molasses, aren dan nira lain), bahan berpati (singkong, jagung, sagu, dan jenis umbi lainnya), dan bahan berserat (lignoselulosa). Salah satu bahan pokok yang baik digunakan untuk menghasilkan bioetanol adalah singkong/ubi kayu. Selain itu juga bisa digunakan bahan lainnya seperti buah mengkudu dan biji durian untuk dibandingkan hasil dan prosesnya.
B. Hasil dan Pembahasan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan bioethanol dari biji durian tentunya biji durian yang sudah kering bukan biji durian basah.
Proses ini memerlukan pengawetan dengan cara pengeringan agar meningkatkan efisiensi produksi bioethanol karena kadar air yang telah berkurang. Proses pembuatan bioethanol dari biji durian juga terdapat cara fermentasi tanpa ragi yang bertujuan untuk mengetahui apakah gas yang keluar dari wadah tempat proses hanya berasal dari fermentasi saja atau masih ada gas lain seperti gas hasil pembusukan. Dan setelah diamati ternyata hanya gas dari fermentasi saja yang keluar dari wadah dalam bentuk CO2 yang volumenya dapat diketahui. Dengan demikian jumlah etanol dapat dihitung dari jumlah gas CO2 yang keluar hasil proses fermentasi.
Dari grafik hubungan antara mol etanol dengan lamanya waktu fermentasi terlihat bahwa rentan waktu 0-75 jam produksi etanol kian meningkat dan setelah lebih dari 75 jam hasilnya cenderung konstan yang artinya proses fermentasi cukup dilakukan selama kurang lebih 3 hari. Jumlah mol etanol dapat dihitung dari jumlah mol gas CO2 yang dihasilkan menggunakan persamaan gas ideal yang nantinya akan sebanding dengan mol etanol karena penguraian 1 mol glukosa menghasilkan 2 mol etanol dan 2 mol gas CO2. Berdasarkan grafik lainnya juga disebutkan bahwa saat penambahan tepung biji durian kisaran 25-125 gram didapat hasil peningkatan etanol yang signifikan. Akan tetapi bila massa tepung biji durian ditingkatkan hingga 150 gram,produksi etanol malah menurun. Ini dikarenakan takaran massa tepung biji durian yang melebihi batas sehingga menghambat produksi gas CO2. Pada saat fermentasi juga perlu diperhatikan perbandingan massa ragi dan massa tepung biji durian agar diperoleh hasil etanol yang optimum. Dari hasil yang didapat, produksi etanol akan optimum bila perbandingan massa ragi dan massa tepung biji durian 1:25 yang berarti 1 gram ragi untuk 25 gram tepung biji durian.
Dari pembuatan bioethanol menggunakan buah mengkudu,hubungan kadar alcohol,volume yang dihasilkan,waktu fermentasi dan kadar glukosa sisa didapatkan hasil bahwa semakin lama waktu fermentasi dan volume starter yang digunakan,maka semakin besar kadar alkohol yang dihasilkan dan tentunya berbanding terbalik dengan kadar glukosa sisa karena lamanya waktu fermentasi yang berakibat glukosa sudah banyak yang diubah menjadi etanol.
Akan tetapi,pada waktu fermentasi selama 3 hari,kadar alkoholnya malah menurun. Waktu yang optimum untuk fermentasi dari buah mengkudu adalah selama 2,5 hari dengan hasil terbaik memakai volume starter 10% dan hasil alcohol yang diperoleh 6,24%.
Produksi bioethanol dari tanaman singkong dengan massa 5kg yang diparut lalu dimasak dengan 20L dan diaduk hingga menyatu dengan air membentuk bubur pati. Setelah itu dilanjutkan dengan proses fermentasi menggunakan ragi yang ditambahkan secara perlahan sebanyak 500 gram. Proses fermentasi berlangsung selama 3 hari secara anaerob (tak memerlukan oksigen) yang selanjutnya hasil fermentasi dilakukan penyaringan bertujuan untuk memisahkan larutan campuran air dan etanol dengan endapan protein. Hasil penyaringan inilah campuran air dan etanol didapat sekitar 18,34L yang akan didestilasi. Destilasi bertujuan untuk memisahkan etanol dari larutan hasil fermentasi menggunakan alat destilasi sederhana. Pada proses destilasi dilakukan sebanyak 3 kali hingga larutan hasil fermentasi yang telah tersaring dibagi menjadi 3. Larutan hasil fermentasi dipanaskan hingga etanol menguap melewati pipa I dan akan terkondensasi melewati pipa II sehingga menetes dalam bentuk etanol cair dan hasil tersebut adalah bioetanol.
Pengamatan dan pengukuran suhu dilakukan pada tiga titik yang berbeda pada alat destilasi. Titik yang pertama yaitu pada wadah destilasi dan bukan pada bahan di dalam wadah destilasi, kondisi ini memiliki kelemahan karena tidak memberikan informasi yang tepat untuk suhu bahan yang sementara didestilasi. Titik yang kedua yaitu pada pipa I, dan titik yang ketiga yaitu pada pipa II. Pada kedua titik ini pipa I dan pipa II telah diberikan lubang kecil yang berguna untuk pengukuran suhu uap di dalam pipa. Pengukuran suhu dilakukan setiap 3 menit selama 60 menit dan diukur pada masing-masing titik yang telah ditentukan. Ketika didapatkan suhu wadah destilasi telah menunjukan diatas angka 78°C maka besarnya api harus dikurangi. Semakin lama waktu memanaskan wadah destilasi, maka suhu cairan di dalam wadah destilasi akan semakin panas mendekati titik didih air. Sehingga, proses mendidihnya air akan mengakibatkan banyaknya air yang akan menguap bersama-sama dengan etanol jika suhu wadah destilasi telah mendekati titik didih air yaitu 100°C.
Pada hasil pengukuran suhu proses destilasi ke-1 dapat dilihat bahwa suhu wadah destilasi cukup baik karena suhu tertingginya hanya mencapai pada 89.6°C. Walaupun pada proses destilasi ini terdapat sedikit kesalahan yaitu tidak dipasangnya penyangga antara kompor dan wadah destilasi sehingga api yang dihasilkan kompor sedikit lama dalam proses naiknya suhu karena kurangnya udara dari luar yang masuk dalam ruang pembakaran di kompor dan api yang menyala kurang sempurna. Ini menyebabkan proses mendidihnya etanol, kondensasi, hingga menetesnya etanol ke dalam wadah penampung terjadi sedikit lebih lama yaitu pada menit ke 39 - 48. Namun adanya sedikit kesalahan tersebut, ada keuntungan yang bisa terlihat yaitu pada titik pengukuran di pipa 1 dan pipa 2 kenaikan suhu yang terjadi hanya mencapai 67,6°C pada pipa 1 dan 57,6°C pada pipa 2 dan ini sangat memudahkan proses terjadinya kondensasi yang terjadi pada pipa 2.
Pada hasil pengukuran suhu pada proses destilasi ke-2 dapat dilihat bahwa naiknya suhu disetiap titik lebih cepat terjadi sehingga menetesnya etanol setelah terkondensasi terjadi pada saat suhu wadah destilasi telah mencapai bahkan melewati titik didih etanol yaitu 78°C dan hal itu terjadi berkisar pada menit ke 21 - 33. Pada gambar 2 menunjukkan bahwa disetiap titik suhu yang diukur berangsur-angsur naik hingga menit ke 18 dan selanjutnya suhu di ketiga titik berada diantara 75,8°C - 93,5°C. Suhu tertinggi wadah destilasi yaitu pada menit ke 33 dimana suhu mencapai 93,5°C. Pada hasil pengukuran suhu disetiap titik yang telah ditentukan dalam proses destilasi yang ke-3 hampir sama dengan destilasi ke-2 yaitu naiknya suhu di setiap titik lebih cepat terjadi dan proses menetesnya bioetanol ke dalam wadah penampung yaitu pada menit ke 18 - 30.
Pengukuran kadar alkohol dilakukan dengan menggunakan alkohol meter. Sebelumnya alkohol meter telah dikalibrasi untuk mengetahui bagaimana akurasi/ketepatan (presisi) dengan mengukur alkohol 75% berlabel yang didapatkan dari apotek. Sedangkan untuk pengukuran pH yaitu dengan menggunakan pH meter, sedangkan kalibrasi untuk pH meter tak perlu lagi karena pH meter yang digunakan telah dilengkapi dengan buffer yang berguna untuk menstabilkan indikator pengukuran pada angka pH ±7.
Dalam tabel 1 memperlihatkan bahwa pada jumlah larutan sebelum destilasi dalam hal ini larutan tersebut adalah hasil fermentasi yang telah disaring dibagi tiga bagian yaitu 6 liter untuk destilasi ke-1, 6 liter untuk destilasi ke-2, dan 6,34 liter untuk destilasi ke-3. Keseluruhan larutan yang siap didestilasi tersebut sebelumnya telah diukur kadar etanolnya yaitu 6,7 %. Setelah destilasi, larutan yang masih terdapat di dalam wadah masak kemudian diukur berapa banyak yang tidak terdestilasi dan tetap berada dalam wadah masak. Dan hasil pengukuran tersebut yaitu pada proses destilasi ke-1 jumlah larutan yang tidak terdestilasi sebanyak 5,42 liter, pada proses destilasi ke-2 jumlah larutan yang tidak terdestilasi sebanyak 5,45 liter, dan pada destilasi ke-3 jumlah larutan yang tidak terdestilasi sebanyak 5,58 liter. Dalam proses destilasi ke-1, bioetanol yang dihasilkan yaitu sebanyak 215 ml dengan kadar etanol 53% dan pH 6,902. Pada proses destilasi ke-2, bioetanol yang dihasilkan yaitu sebanyak 185 ml dengan kadar etanol 74% dan pH 6,927. Sedangkan pada proses destilasi ke-3, bioetanol yang dihasilkan yaitu sebanyak 130 ml dengan kadar etanol 49% dan pH 6,573. Kadar etanol yang dihasilkan pada proses destilasi ke-2 lebih tinggi dibandingkan dengan destilasi ke-1 dan destilasi ke-3. Ini dikarenakan pada proses destilasi ke-1 terdapat sedikit kesalahan pada waktu penggantian wadah destilasi dimana saat etanol yang terkandung dalam larutan di dalam wadah masak kemungkinan telah habis dan yang menguap, terkondensasi dan menetes dari pipa 2 ke dalam wadah penampung bukan lagi etanol melainkan air sehingga tercampur bersama dengan bioetanol dan menyebabkan kadar air dalam bioetanol meningkat, jumlahnya semakin banyak, namun kadar etanolnya telah berkurang. Pada proses destilasi ke-2, beberapa faktor yang mempengaruhi proses destilasi telah diminimalisir karena berbagai kekurangan yang terjadi pada proses destilasi ke-1 tak lagi terulang pada destilasi ke-2 sehingga hasil yang didapatkan lebih baik dari hasil destilasi yang lain. Sedangkan pada proses destilasi ke-3 yang paling rendah kadar etanolnya dan paling sedikit jumlah bioetanol, hal ini disebabkan karena pada setiap pembagian larutan yang siap untuk didestilasi ini tidak didahulukan dengan pengadukan agar terbagi rata.
Mengingat jika larutan yang siap untuk didestilasi tersebut tidak diaduk dahulu, maka etanol yang terkandung didalamnya akan berada pada bagian atas larutan karena berat jenis etanol lebih rendah dibandingkan dengan air dan protein yang masih terkandung dalam larutan tersebut. Jadi, proses destilasi ke-3 ini mendapatkan bagian dari sisa pembagian, sehingga etanol yang terkandung pada larutan sebelum didestilasi telah banyak terbagi ke dalam proses destilasi ke-1 dan ke-2 yang telah dilakukan sebelumnya.
Untuk pengukuran pH yang telah didapatkan dari ketiga hasil tersebut telah memenuhi syarat dalam standar mutu bioetanol untuk bahan bakar. Namun untuk kadar etanol yang didapatkan dalam tiga kali destilasi masih belum memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai bahan bakar.
Ada beberapa perhitungan rendemen yang telah dilakukan yaitu rendemen fermentasi, rendemen destilasi dan perhitungan hasil bioetanol dari per kilogram singkong. Tertulis bahwa rendemen fermentasi yaitu 67,93%. Perhitungan tersebut dihasilkan dari jumlah larutan campuran etanol dan air hasil fermentasi yang telah disaring dan terpisah dari endapan protein atau total dari ketiga bagian larutan yang siap untuk didestilasi yaitu 18,34 liter, kemudian dibagi dengan volume bubur pati yaitu 27 liter dan dikalikan dengan 100%. Perlu diketahui bahwa volume bubur pati tersebut adalah hasil campuran 5 kg singkong, 20 liter air dan 500 gr ragi.
Perhitungan rendemen destilasi diperoleh dari jumlah bioetanol hasil destilasi dari ketiga proses destilasi yang telah dilakukan yaitu 0,53 liter bioetanol, dibagi dengan jumlah larutan campuran etanol dan air hasil fermentasi yang telah disaring dan terpisah dari endapan protein atau total dari ketiga bagian larutan yang siap untuk didestilasi yaitu 18,34 liter. Kemudian dikalikan dengan 100 % maka akan didapatkan hasilnya yaitu 2,89 %. Jadi persentase antara larutan hasil fermentasi yang telah disaring dan siap didestilasi dengan hasil destilasi adalah 2,89 %.
Perhitungan hasil bioetanol per kilogram singkong yaitu untuk mengetahui berapa banyak bioetanol yang dihasilkan dari per kilogram bahan utama singkong dengan menggunakan teknik produksi sesuai dengan prosedur penelitian yang dilakukan. Untuk mengetahuinya yaitu dengan cara, satu dibagi dengan jumlah bahan baku yaitu 5 kg singkong bersih dan dikalikan dengan total etanol yang telah dihasilkan dari tiga kali destilasi yaitu 0,53 liter, maka akan menghasilkan bioetanol sebanyak 0,106 liter/kg.
C. Kesimpulan
Produksi bioethanol menggunakan bahan baku biji durian memerlukan waktu fermentasi selama kurang lebih 3 hari agar didapatkan hasil yang optimum dan perbandingan massa ragi dengan tepung biji durian untuk menunjang hasil yang optimum pula digunakan perbandingan 1:25.
Pada produksi bioethanol dari bahan baku buah mengkudu agar mencapai kondisi yang terbaik diperoleh pada penambahan volume starter 10% dengan waktu fermentasi 60 jam dengan kadar glukosa sisa 1,99% volume dan kadar alkohol 6,24%.
Dari tiga kali proses destilasi yang telah dilakukan untuk produksi bioethanol memakai singkong dan hasil yang telah diperoleh yaitu, pada destilasi ke-1 menghasilkan bioetanol sebanyak 215 ml dengan kadar etanol 53% dan pH 6,902, pada destilasi ke-2 menghasilkan bioetanol sebanyak 185 ml dengan kadar etanol 74% dan pH 6,927, dan pada destilasi ke-3 menghasilkan bioetanol sebanyak 130 ml dengan kadar etanol 49% dan pH 6,573. Walaupun pH dari bioetanol yang dihasilkan telah memenuhi syarat dalam standar mutu bioetanol untuk bahan bakar, namun untuk kadar etanol yang didapatkan dalam tiga kali destilasi masih belum memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai bahan bakar. Hasil penelitian menunjukkan rendemen dengan menggunakan bahan baku singkong 5 kg, air 20 liter dan ragi 500 gr, maka persentase hasil fermentasi yang akan dihasilkan dari campuran tersebut yaitu 67,93 %, sedangkan presentase antara larutan hasil fermentasi yang telah disaring dan siap didestilasi dengan hasil destilasi yaitu 2.89 % dan setiap 1 kg singkong akan menghasilkan bioethanol sebanyak 0,106 liter.
D. Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik (BPS). 2012. Tanaman Pangan. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3.
Mangunwidjaja, D dan Sailah, I. 2005. Pengantar Teknologi Pertanian. Penebar Swadaya. Depok.
Rahman,A.,1989.Pengantar Teknologi Fermentasi. Hal 108 – 110.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB.Bogor.
Rio,P.J.,2002. Mengenal Memanfaatkan Khasiat Buah Mengkudu. PT.Pionir Jaya. Bandung.

Soebijanto,T.P.,1986.HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya.PT.Gramedia, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar