Muhammad Kemilau Ramadhan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18 Oktober 2013
ABSTRAK
Penelitian
ini bertujuan untuk membuat bioetanol dari biji durian. Glukosa hasil
hidrolisis difermentasi menjadi etanol dengan bantuan Saccharomyces cerevisiae
dengan variasi pH fermentasi. Kadar etanol yang dihasilkan ditentukan
menggunakan metode cawan conway. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari
teknik produksi bioetanol dari singkong hingga menghasilkan bioetanol dari
singkong dan menentukan nilai mutu dari bioetanol yang dihasilkan dengan
menganalisis kadar etanol dan pH serta mengetahui rendemen yang dihasilkan dari
proses bioetanol yang digunakan. Hasil penelitian telah diketahui berbagai
macam kendala dalam proses produksi mulai dari penyimpanan bahan baku,
fermentasi dan destilasi yang dapat mempengaruhi hasil akhir dalam memperoleh
bioetanol dari singkong dengan menggunakan bahan baku 5 kg singkong dengan 3
kali proses destilasi. Mengkudu merupakan tanaman serba guna, banyak jenis
produk yang bisa dikembangkan dari akar,batang, daun, maupun buahnya.Pada buah
mengkudu mempunyai kandungan karbohidrat sebanyak 51,67 gr. Dengan adanya
kandungan karbohidrat tersebut memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai bahan
baku produksi etanol. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan kondisi proses
yang terbaik pada pembuatan etanol dengan bahan baku buah mengkudu.
A.Pendahuluan
Dalam zaman modern
seperti sekarang ini, kebutuhan pangan dan sandang, kebutuhan energi secara
global maupun nasional meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan
dipacu oleh pertumbuhan ekonomi secara global dan pengaruh perkembangan teknologi.
Secara umum kebutuhan energi di dunia sampai saat ini masih bergantung pada
sumberdaya fosil, terutama minyak dan gas bumi, serta batubara. Sumberdaya alam
tersebut telah terbentuk dari ribuan tahun lalu. Tingkat konsumsi manusia
terhadap energy fosil lebih tinggi dibandingkan dengan laju pembentukannya.
Padahal, sumberdaya energi tersebut termasuk sumberdaya tak terbarukan (non
renewables), yang berarti bila dilakukan pengambilan terus-menerus maka pada
suatu saat ketersediaannya di alam akan habis. Bioetanol adalah etanol yang
dihasilkan dari fermentasi glukosa (gula) menggunakan bantuan ragi/yeast
terutama jenis Saccharomyces cerevisae. Pemisahan bioetanol selanjutnya
dilakukan dengan destilasi. Indonesia memiliki 60 jenis tanaman yang berpotensi
menjadi sumber energi BBN. Bioetanol dapat dihasilkan dari bahan bergula
(molasses, aren dan nira lain), bahan berpati (singkong, jagung, sagu, dan
jenis umbi lainnya), dan bahan berserat (lignoselulosa). Salah satu bahan pokok
yang baik digunakan untuk menghasilkan bioetanol adalah singkong/ubi kayu.
Selain itu juga bisa digunakan bahan lainnya seperti buah mengkudu dan biji
durian untuk dibandingkan hasil dan prosesnya.
B.
Hasil dan Pembahasan
Bahan
yang digunakan dalam pembuatan bioethanol dari biji durian tentunya biji durian
yang sudah kering bukan biji durian basah.
Proses
ini memerlukan pengawetan dengan cara pengeringan agar meningkatkan efisiensi
produksi bioethanol karena kadar air yang telah berkurang. Proses pembuatan
bioethanol dari biji durian juga terdapat cara fermentasi tanpa ragi yang
bertujuan untuk mengetahui apakah gas yang keluar dari wadah tempat proses
hanya berasal dari fermentasi saja atau masih ada gas lain seperti gas hasil
pembusukan. Dan setelah diamati ternyata hanya gas dari fermentasi saja yang
keluar dari wadah dalam bentuk CO2 yang volumenya dapat diketahui.
Dengan demikian jumlah etanol dapat dihitung dari jumlah gas CO2
yang keluar hasil proses fermentasi.
Dari
grafik hubungan antara mol etanol dengan lamanya waktu fermentasi terlihat
bahwa rentan waktu 0-75 jam produksi etanol kian meningkat dan setelah lebih
dari 75 jam hasilnya cenderung konstan yang artinya proses fermentasi cukup
dilakukan selama kurang lebih 3 hari. Jumlah mol etanol dapat dihitung dari
jumlah mol gas CO2 yang dihasilkan menggunakan persamaan gas ideal
yang nantinya akan sebanding dengan mol etanol karena penguraian 1 mol glukosa
menghasilkan 2 mol etanol dan 2 mol gas CO2. Berdasarkan grafik
lainnya juga disebutkan bahwa saat penambahan tepung biji durian kisaran 25-125
gram didapat hasil peningkatan etanol yang signifikan. Akan tetapi bila massa
tepung biji durian ditingkatkan hingga 150 gram,produksi etanol malah menurun.
Ini dikarenakan takaran massa tepung biji durian yang melebihi batas sehingga
menghambat produksi gas CO2. Pada saat fermentasi juga perlu
diperhatikan perbandingan massa ragi dan massa tepung biji durian agar
diperoleh hasil etanol yang optimum. Dari hasil yang didapat, produksi etanol
akan optimum bila perbandingan massa ragi dan massa tepung biji durian 1:25
yang berarti 1 gram ragi untuk 25 gram tepung biji durian.
Dari
pembuatan bioethanol menggunakan buah mengkudu,hubungan kadar alcohol,volume
yang dihasilkan,waktu fermentasi dan kadar glukosa sisa didapatkan hasil bahwa
semakin lama waktu fermentasi dan volume starter yang digunakan,maka semakin
besar kadar alkohol yang dihasilkan dan tentunya berbanding terbalik dengan
kadar glukosa sisa karena lamanya waktu fermentasi yang berakibat glukosa sudah
banyak yang diubah menjadi etanol.
Akan tetapi,pada waktu
fermentasi selama 3 hari,kadar alkoholnya malah menurun. Waktu yang optimum
untuk fermentasi dari buah mengkudu adalah selama 2,5 hari dengan hasil terbaik
memakai volume starter 10% dan hasil alcohol yang diperoleh 6,24%.
Produksi
bioethanol dari tanaman singkong dengan massa 5kg yang diparut lalu dimasak
dengan 20L dan diaduk hingga menyatu dengan air membentuk bubur pati. Setelah
itu dilanjutkan dengan proses fermentasi menggunakan ragi yang ditambahkan
secara perlahan sebanyak 500 gram. Proses fermentasi berlangsung selama 3 hari
secara anaerob (tak memerlukan oksigen) yang selanjutnya hasil fermentasi
dilakukan penyaringan bertujuan untuk memisahkan larutan campuran air dan
etanol dengan endapan protein. Hasil penyaringan inilah campuran air dan etanol
didapat sekitar 18,34L yang akan didestilasi. Destilasi bertujuan untuk
memisahkan etanol dari larutan hasil fermentasi menggunakan alat destilasi
sederhana. Pada proses destilasi dilakukan sebanyak 3 kali hingga larutan hasil
fermentasi yang telah tersaring dibagi menjadi 3. Larutan hasil fermentasi
dipanaskan hingga etanol menguap melewati pipa I dan akan terkondensasi
melewati pipa II sehingga menetes dalam bentuk etanol cair dan hasil tersebut
adalah bioetanol.
Pengamatan
dan pengukuran suhu dilakukan pada tiga titik yang berbeda pada alat destilasi.
Titik yang pertama yaitu pada wadah destilasi dan bukan pada bahan di dalam
wadah destilasi, kondisi ini memiliki kelemahan karena tidak memberikan
informasi yang tepat untuk suhu bahan yang sementara didestilasi. Titik yang
kedua yaitu pada pipa I, dan titik yang ketiga yaitu pada pipa II. Pada kedua
titik ini pipa I dan pipa II telah diberikan lubang kecil yang berguna untuk
pengukuran suhu uap di dalam pipa. Pengukuran suhu dilakukan setiap 3 menit
selama 60 menit dan diukur pada masing-masing titik yang telah ditentukan.
Ketika didapatkan suhu wadah destilasi telah menunjukan diatas angka 78°C maka
besarnya api harus dikurangi. Semakin lama waktu memanaskan wadah destilasi,
maka suhu cairan di dalam wadah destilasi akan semakin panas mendekati titik
didih air. Sehingga, proses mendidihnya air akan mengakibatkan banyaknya air
yang akan menguap bersama-sama dengan etanol jika suhu wadah destilasi telah
mendekati titik didih air yaitu 100°C.
Pada
hasil pengukuran suhu proses destilasi ke-1 dapat dilihat bahwa suhu wadah
destilasi cukup baik karena suhu tertingginya hanya mencapai pada 89.6°C.
Walaupun pada proses destilasi ini terdapat sedikit kesalahan yaitu tidak
dipasangnya penyangga antara kompor dan wadah destilasi sehingga api yang
dihasilkan kompor sedikit lama dalam proses naiknya suhu karena kurangnya udara
dari luar yang masuk dalam ruang pembakaran di kompor dan api yang menyala
kurang sempurna. Ini menyebabkan proses mendidihnya etanol, kondensasi, hingga
menetesnya etanol ke dalam wadah penampung terjadi sedikit lebih lama yaitu
pada menit ke 39 - 48. Namun adanya sedikit kesalahan tersebut, ada keuntungan
yang bisa terlihat yaitu pada titik pengukuran di pipa 1 dan pipa 2 kenaikan
suhu yang terjadi hanya mencapai 67,6°C pada pipa 1 dan 57,6°C pada pipa 2 dan
ini sangat memudahkan proses terjadinya kondensasi yang terjadi pada pipa 2.
Pada
hasil pengukuran suhu pada proses destilasi ke-2 dapat dilihat bahwa naiknya
suhu disetiap titik lebih cepat terjadi sehingga menetesnya etanol setelah
terkondensasi terjadi pada saat suhu wadah destilasi telah mencapai bahkan
melewati titik didih etanol yaitu 78°C dan hal itu terjadi berkisar pada menit
ke 21 - 33. Pada gambar 2 menunjukkan bahwa disetiap titik suhu yang diukur
berangsur-angsur naik hingga menit ke 18 dan selanjutnya suhu di ketiga titik
berada diantara 75,8°C - 93,5°C. Suhu tertinggi wadah destilasi yaitu pada
menit ke 33 dimana suhu mencapai 93,5°C. Pada hasil pengukuran suhu disetiap
titik yang telah ditentukan dalam proses destilasi yang ke-3 hampir sama dengan
destilasi ke-2 yaitu naiknya suhu di setiap titik lebih cepat terjadi dan
proses menetesnya bioetanol ke dalam wadah penampung yaitu pada menit ke 18 -
30.
Pengukuran
kadar alkohol dilakukan dengan menggunakan alkohol meter. Sebelumnya alkohol
meter telah dikalibrasi untuk mengetahui bagaimana akurasi/ketepatan (presisi)
dengan mengukur alkohol 75% berlabel yang didapatkan dari apotek. Sedangkan
untuk pengukuran pH yaitu dengan menggunakan pH meter, sedangkan kalibrasi
untuk pH meter tak perlu lagi karena pH meter yang digunakan telah dilengkapi
dengan buffer yang berguna untuk menstabilkan indikator pengukuran pada angka
pH ±7.
Dalam
tabel 1 memperlihatkan bahwa pada jumlah larutan sebelum destilasi dalam hal
ini larutan tersebut adalah hasil fermentasi yang telah disaring dibagi tiga
bagian yaitu 6 liter untuk destilasi ke-1, 6 liter untuk destilasi ke-2, dan
6,34 liter untuk destilasi ke-3. Keseluruhan larutan yang siap didestilasi
tersebut sebelumnya telah diukur kadar etanolnya yaitu 6,7 %. Setelah
destilasi, larutan yang masih terdapat di dalam wadah masak kemudian diukur
berapa banyak yang tidak terdestilasi dan tetap berada dalam wadah masak. Dan
hasil pengukuran tersebut yaitu pada proses destilasi ke-1 jumlah larutan yang
tidak terdestilasi sebanyak 5,42 liter, pada proses destilasi ke-2 jumlah
larutan yang tidak terdestilasi sebanyak 5,45 liter, dan pada destilasi ke-3
jumlah larutan yang tidak terdestilasi sebanyak 5,58 liter. Dalam proses
destilasi ke-1, bioetanol yang dihasilkan yaitu sebanyak 215 ml dengan kadar
etanol 53% dan pH 6,902. Pada proses destilasi ke-2, bioetanol yang dihasilkan
yaitu sebanyak 185 ml dengan kadar etanol 74% dan pH 6,927. Sedangkan pada
proses destilasi ke-3, bioetanol yang dihasilkan yaitu sebanyak 130 ml dengan
kadar etanol 49% dan pH 6,573. Kadar etanol yang dihasilkan pada proses
destilasi ke-2 lebih tinggi dibandingkan dengan destilasi ke-1 dan destilasi
ke-3. Ini dikarenakan pada proses destilasi ke-1 terdapat sedikit kesalahan
pada waktu penggantian wadah destilasi dimana saat etanol yang terkandung dalam
larutan di dalam wadah masak kemungkinan telah habis dan yang menguap,
terkondensasi dan menetes dari pipa 2 ke dalam wadah penampung bukan lagi
etanol melainkan air sehingga tercampur bersama dengan bioetanol dan
menyebabkan kadar air dalam bioetanol meningkat, jumlahnya semakin banyak,
namun kadar etanolnya telah berkurang. Pada proses destilasi ke-2, beberapa
faktor yang mempengaruhi proses destilasi telah diminimalisir karena berbagai
kekurangan yang terjadi pada proses destilasi ke-1 tak lagi terulang pada
destilasi ke-2 sehingga hasil yang didapatkan lebih baik dari hasil destilasi
yang lain. Sedangkan pada proses destilasi ke-3 yang paling rendah kadar
etanolnya dan paling sedikit jumlah bioetanol, hal ini disebabkan karena pada
setiap pembagian larutan yang siap untuk didestilasi ini tidak didahulukan
dengan pengadukan agar terbagi rata.
Mengingat
jika larutan yang siap untuk didestilasi tersebut tidak diaduk dahulu, maka
etanol yang terkandung didalamnya akan berada pada bagian atas larutan karena
berat jenis etanol lebih rendah dibandingkan dengan air dan protein yang masih
terkandung dalam larutan tersebut. Jadi, proses destilasi ke-3 ini mendapatkan
bagian dari sisa pembagian, sehingga etanol yang terkandung pada larutan
sebelum didestilasi telah banyak terbagi ke dalam proses destilasi ke-1 dan
ke-2 yang telah dilakukan sebelumnya.
Untuk
pengukuran pH yang telah didapatkan dari ketiga hasil tersebut telah memenuhi
syarat dalam standar mutu bioetanol untuk bahan bakar. Namun untuk kadar etanol
yang didapatkan dalam tiga kali destilasi masih belum memenuhi syarat untuk
dijadikan sebagai bahan bakar.
Ada
beberapa perhitungan rendemen yang telah dilakukan yaitu rendemen fermentasi,
rendemen destilasi dan perhitungan hasil bioetanol dari per kilogram singkong.
Tertulis bahwa rendemen fermentasi yaitu 67,93%. Perhitungan tersebut
dihasilkan dari jumlah larutan campuran etanol dan air hasil fermentasi yang
telah disaring dan terpisah dari endapan protein atau total dari ketiga bagian
larutan yang siap untuk didestilasi yaitu 18,34 liter, kemudian dibagi dengan
volume bubur pati yaitu 27 liter dan dikalikan dengan 100%. Perlu diketahui
bahwa volume bubur pati tersebut adalah hasil campuran 5 kg singkong, 20 liter
air dan 500 gr ragi.
Perhitungan
rendemen destilasi diperoleh dari jumlah bioetanol hasil destilasi dari ketiga
proses destilasi yang telah dilakukan yaitu 0,53 liter bioetanol, dibagi dengan
jumlah larutan campuran etanol dan air hasil fermentasi yang telah disaring dan
terpisah dari endapan protein atau total dari ketiga bagian larutan yang siap
untuk didestilasi yaitu 18,34 liter. Kemudian dikalikan dengan 100 % maka akan
didapatkan hasilnya yaitu 2,89 %. Jadi persentase antara larutan hasil
fermentasi yang telah disaring dan siap didestilasi dengan hasil destilasi
adalah 2,89 %.
Perhitungan hasil
bioetanol per kilogram singkong yaitu untuk mengetahui berapa banyak bioetanol
yang dihasilkan dari per kilogram bahan utama singkong dengan menggunakan
teknik produksi sesuai dengan prosedur penelitian yang dilakukan. Untuk
mengetahuinya yaitu dengan cara, satu dibagi dengan jumlah bahan baku yaitu 5
kg singkong bersih dan dikalikan dengan total etanol yang telah dihasilkan dari
tiga kali destilasi yaitu 0,53 liter, maka akan menghasilkan bioetanol sebanyak
0,106 liter/kg.
C.
Kesimpulan
Produksi bioethanol
menggunakan bahan baku biji durian memerlukan waktu fermentasi selama kurang
lebih 3 hari agar didapatkan hasil yang optimum dan perbandingan massa ragi
dengan tepung biji durian untuk menunjang hasil yang optimum pula digunakan
perbandingan 1:25.
Pada
produksi bioethanol dari bahan baku buah mengkudu agar mencapai kondisi yang
terbaik diperoleh pada penambahan volume starter 10% dengan waktu fermentasi 60
jam dengan kadar glukosa sisa 1,99% volume dan kadar alkohol 6,24%.
Dari tiga kali proses
destilasi yang telah dilakukan untuk produksi bioethanol memakai singkong dan
hasil yang telah diperoleh yaitu, pada destilasi ke-1 menghasilkan bioetanol
sebanyak 215 ml dengan kadar etanol 53% dan pH 6,902, pada destilasi ke-2
menghasilkan bioetanol sebanyak 185 ml dengan kadar etanol 74% dan pH 6,927,
dan pada destilasi ke-3 menghasilkan bioetanol sebanyak 130 ml dengan kadar
etanol 49% dan pH 6,573. Walaupun pH dari bioetanol yang dihasilkan telah
memenuhi syarat dalam standar mutu bioetanol untuk bahan bakar, namun untuk
kadar etanol yang didapatkan dalam tiga kali destilasi masih belum memenuhi
syarat untuk dijadikan sebagai bahan bakar. Hasil penelitian menunjukkan
rendemen dengan menggunakan bahan baku singkong 5 kg, air 20 liter dan ragi 500
gr, maka persentase hasil fermentasi yang akan dihasilkan dari campuran
tersebut yaitu 67,93 %, sedangkan presentase antara larutan hasil fermentasi
yang telah disaring dan siap didestilasi dengan hasil destilasi yaitu 2.89 %
dan setiap 1 kg singkong akan menghasilkan bioethanol sebanyak 0,106 liter.
D.
Daftar Pustaka
Mangunwidjaja, D dan
Sailah, I. 2005. Pengantar Teknologi Pertanian. Penebar Swadaya. Depok.
Rahman,A.,1989.Pengantar
Teknologi Fermentasi. Hal 108 – 110.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi
IPB.Bogor.
Rio,P.J.,2002. Mengenal
Memanfaatkan Khasiat Buah Mengkudu. PT.Pionir Jaya. Bandung.
Soebijanto,T.P.,1986.HFS
dan Industri Ubi Kayu Lainnya.PT.Gramedia, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar